Biografi Ibnu Ajibah, seorang Imam al-Arif billah al-Alim al-Amil al-Kamil al-Muhaqqiq al-Washil. Dengan kunyah Abul Abbas, nama beliau adalah Sayidi Ahmad bin Muhammad bin al-Mahdi bin al-Husain bin Muhammad bin Ajibah al-Hujuji bin Abdillah bin Ajibah (menetap di Khamis). Nasab Ibnu Ajibah sambung sampai dengan Maulana Idris Asghor bin Maulana Idris Akbar, yang merupakan nasab agung Bani Alawi Radliyallohu anhum.
Kelahiran dan masa pertumbuhan
Sayidi Ibnu Ajibah RA. dilahirkan pada tahun 1160H (sebagian riwayat 1161H) di desa Khamis; sebuah desa yang terletak diantara Tanjah dan Tetouan, Maroko Utara.
Sedari kecil beliau dididik ayahnya yang alim, shaleh, wara’ dan bertakwa. Hal ini wajar, mengingat ayahnya adalah keturunan Nabi Saw dari jalur Sayidina Hasan Radlyallohu anh. Karena memang nasab-nasab mulia Rosululloh Saw telah terbukti mencetak pribadi-pribadi wara’ yang bertakwa, sebut saja Syidi Syekh Abdul Qodir Jailani, Sayidi Abil Hasan Assyadzili, dan beberapa wali qutub yang lain qoddasallohu asrorohum.
Selain itu berkah doa sang ibu juga berperan penting dalam keberhasilan Ibnu Ajibah menjadi ulama besar yang mengamalkan ilmunya serta wara’. Hal ini sebagaimana yang pernah diceritakan sendiri oleh Ibnu Ajibah bahwa, saat mengandung, ibunya senantiasa berdoa sehabis sholat dan dikala bulan ramadhan, bulan dimana doa menjadi ijabah. Berikut ini adalah doa agar dikaruniai anak sholeh yang dibaca oleh ibu Ibnu Ajibah di masa ia masih dalam kandungan:
اللهم ارزقني ذرية صالحة
Latin “Allohumma Urzuqni dzurriyyatan sholihah.”
Artinya: “Ya Alloh, berilah aku rezeki dzurriyah (keturunan) yang shaleh.”
Berkah doa sang ibu sudah terlihat diijabah oleh Alloh semenjak Ibnu Ajibah masih balita dan menyusu. Ibunya pernah bercerita bahwa, saat itu, saat waktu sholat telah tiba, Ibnu Ajibah yang kala itu masih balita dan sedang menyusu, menangis serta berteriak menyuruh agar ibunya segera melakukan sholat. Ia tidak akan berhenti selama sang ibu tidak segera beranjak melakukan sholat. Hingga sang ibu terpaksa harus menggendongnya dan pergi melakukan sholat.
Dan sejak menginjak usia tamyis, Ibnu Ajibah sudah melakukan sholat 5 waktu dengan wudhu yang sempurna tanpa pernah meninggalkannya. Tak hanya sholat 5 waktu tanpa bolong, di masa kecilnya, ia juga melakukan sholat 5 waktu dengan berjamaah di masjid. Masjid yang biasa ia datangi untuk berjamaah adalah masjid dimana kakeknya; Abullah bin Ajibah disemayamkan di pemakaman yang berada di sampingnya. Di masjid ini Ibnu Ajibah kecil seringkali adzan dan duduk menanti pelaksanaan sholat shubuh. Meski saat itu ia belum pandai membaca Al Quran, namun ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk menyendiri (uzlah), sama sekali ia tidak tertarik dengan permainan anak-anak seusianya.
Allah Swt memberinya ketertarikan akan ilmu-ilmu syariat di usia yang masih sangat dini. Ibnu Ajibah kecil juga membaca qurthubiyah (kitab nadhom tentang fikih madzhab Maliki). Bahkan ia berhasil menghatamkannya sebelum ia menghatamkan Al Quran.
Tidak seperti anak kecil pada umumnya, yang terjebak dalam permainan-permainan gila yang menghibur. Ibnu Ajibah menghabiskan waktu kecilnya dengan mengembala kambing sembari membaca Al Quran, dan beberapa ilmu yang ia pelajari dalam kajian. Dengan demikian ia telah dijaga oleh Allah semenjak kanak-kanak sampai ia beranjak dewasa.
Menginjak dewasa
Setelah menginjak usia ke-19, beliau mulai fokus mempelajari ilmu syariat. Beliau mengukuhkan bacaan Al Quran pada Syekh Muhammad Asymal, di desa Darus Syawi. Beliau juga belajar beberapa fan ilmu kepada Sayidi Muhammad Al Warikli. Fokusnya Ibnu Ajibah dalam belajar sampai melalaikan urusannya yang lain. Dalam sehari semalam beliau menghadiri 7 majelis kajian, dan saat sepertiga malam ia selalu bangun, dan segera wudhu untuk melaksanakan sholat tahajjud hingga mendekati waktu fajar. Karena kesehariannya hanya diisi dengan kajian dan ibadah gurunya pun memberinya julukan “al-Buhli” yang berarti orang gila atau majdzub yang tidak perduli dengan dunia dan keramaian sekitarnya.
Di tahun 1181H beliau tiba di Tetouan, untuk menimba ilmu pada Sayidi Ahmad ar-Rosya, dan Sayidi Abdulkarim bin Quraisy. Ibnu Ajibah belajar pada keduanya selama beberapa tahun.
Pada Syekh Ahmad beliau mengkaji Alfiyah, Mukhtashor Kholil (fikih Maliki), as-Sullam; ilmu manthiq karya al-Akhdhori, Mukhtashor Sanusi, as-Shughro, al-Kubro, dan al-Khozrojiyah.
Sedangkan pada Syekh Abdulkarim, beliau mengkaji at-Tafsir, Shahih Bukhori (berulang-ulang), Shahih Muslim, Mukhtashor Kholil (berulangkali), dan fan-fan ilmu yang lain.
Selain pada Syekh Ahmad Rosya, dan Syekh Abdulkarim bin Quraisy beliau juga belajar pada ulama-ulama kesohor dikala itu, seperti Syekh Muhammad al-Warzazi, Syekh Muhammad al-Abbas, Syekh Muhammad Ghoilan, Syekh Muhammad al-Janawi al-Hasani, dan ulama-ulama yang lain.
Di masa-masa ini, beliau tidak hanya menghabiskan waktunya untuk muthola’ah dan nderes. Namun juga menghabiskan waktunya untuk melakukan munajat dan beribadah. Beliau membagi waktu malam menjadi 3 bagian.
- Sepertiga untuk tidur
- Sepertiga lagi untuk belajar
- Sisanya untuk tahajjud
Sebagaimana kebiasaan diwaktu kecil, hari-harinya ia lalui dengan kholwah menyendiri untuk belajar dan beribadah. Dan beliau juga senantiasa berwudhu, tiada pernah ia ikuti halaqoh ilmu kecuali dalam keadaan memiliki wudhu.
Setelah menyelesaikan menuntut ilmu di Tetouan, beliau melanjutkan perjalanan menuntut ilmu ke Fez, Maroko. Disini beliau mendengar Hadits Bukhori dan mendapat ijazah umum dari seorang muhaddits ternama, al-Allamah Syekh Muhammad at-Tawudi. Selain itu beliau juga belajar tafsir pada Syekh az-Zahid Ahmad az-Za’ri.
Setelah merasa cukup, beliau lantas kembali ke Tetouan. Kala itu beliau sibuk menghabiskan waktunya untuk mengajar, belajar, dan beribadah. Hingga akhirnya Allah pertemukan ia dengan Wali Qutub zaman itu, Sayidi Muhammad al-Buzidi al-hasani, dan juga tonggak utama Tarekat Syadziliyah Darqowiyah; Sayidi Syekh al-Aroby ad-Darqowi rodhiyallohu anhum.
Menjadi ulama sufi yang beramal
Suatu ketika Ibnu Ajibah mendapatkan naskah dari kitab Hikam karya Ibnu Athoillah as-Sakandari RA. Lantas, ia menyalinnya, dan mempelajari nya dengan membaca Syarah Hikam (penjelasan hikam) karya Ibnu Abbad, setelah ia mendalami Syarah Hikam ia pun yang awalnya fokus pada belajar mengajar dan ibadah kini hanya menghabiskan waktunya untuk beribadah, berzikir pada Allah serta membaca sholawat. [baca: cara dzikir)
Beliau juga lebih sering kholwah melebihi sebelumnya. Ibnu Ajibah RA melakukan kholwah untuk melakukan ibadah di kubah Sayidi Tholhah, sekali tempo ia juga mengunjungi kubah Sayidi Abdullah al-Fakhkhor.
Suatu ketika beliau kholwah di kubah Sayidi Tholhah dengan melakukan ritual ibadah sholat di pagi hari dengan waktu kira-kira cukup dibuat membaca Al Quran 15 hizib (pembagian bacaan Al Quran untuk dihatamkan dalam kurun 60 hari, dalam satu juz terdapat 2 hizib). Beliau juga sholat malam dengan waktu yang sama. Tak hanya itu, beliau juga senantiasa berdzikir, siang dan malam, tanpa terputus. Hal ini ia jalani selama beberapa hari. Hingga akhirnya Sayidi Tholhah menemuinya dalam mimpi. Dalam mimpi itu Ibnu Ajibah berkata: “Ya Sayidi, saya ingin meninggalkan ilmu dan memurnikan waktu untuk beribadah,” Sayidi Tholhah menjawab “Bacalah!,” Ibnu Ajibah lalu bertanya “Membaca ilmu?” Sayidi Tholhah kembali menjawab “Betul, bacalah ilmu dengan sungguh-sungguh.”
Setelah mendapat isyarat dari Sayidi Tholhah, beliau lantas kembali menuntut ilmu. Namun, beliau masih juga sering bertafakkur dan berdzikir serta membaca sholawat Nabi, hingga beliau hafal Dalalilul Khoirot di luar kepala. Kemudian dalam tahap ini beliau senang sekali membaca Al Quran, sampai sampai tidak betah jika belum membaca Al Quran, beliau membaca Al Quran dalam beberapa kondisi, termasuk ketika sholat. Bahkan beliau seringkali menghatamkan bacaan Al Quran sebanyak 14 kali dalam waktu satu bulan.
Kemudian setelah melewati fase ini, beliau mengajar dan memberikan kajian di kota Tetouan, di 7 masjid selama 15 – 16 tahun. Namun kesibukan ini tidak menjadikannya kendor dalam beribadah. Beliau tetap beribadah, berdzikir dan membaca Al Quran sebagaimana sebelumnya. Hal ini terjadi di tahun 1190H.
Dituduh menyebarkan ajaran sesat dan dipenjara secara dholim
Saat beliau mengajar di Tetouan dan memiliki massa pengikut yang banyak, tak sedikit para ulama su’ yang hasud terhadapnya dan mengisukan bahwa Ibnu Ajibah menyebarkan ajaran sesat. Karena hal ini beliau akhirnya dipenjara bersama para santri dan pengikutnya. Namun keshalihan beliau justru menjadikan ruang tahanan menjadi tempat dzikir dengan suasana yang tenteram. Terkait hal ini beliau pernah berkata:
ما رأينا أطيب من تلك الأيام, أنقلب السجن زاوية, وصار كله يذكر الله, وانفتح باب السجن للداخل والخارج, وانبسط اهل السجن, وزال غمهم ما دمنا معهم, واتت أنواع الأطعمة حتى طعم اهل السجن كلهم وبقي على الخير
“Tiada pernah kulihat hari terindah melebihi hari-hari itu, penjara berubah menjadi zawiyah (tempat semacam surau yang dijadikan para sufi sebagai tempat khusus untuk bermunajat), semua orang berdzikir pada Allah, dan pintu penjara menjadi terbuka untuk siapapun yang keluar masuk, dan semua penghuni tahanan bergembira disaat itu, kesedihan mereka hilang selama kami menyertai mereka, tak cuma itu beraneka ragam makanan senantiasa menjamu mereka hingga mereka semua bisa menikmatinya dan tetap dalam kebaikan.”
Setelah melewati masa hukuman penjara, pada tahun 1210H Ibnu Ajibah pun pergi ke Qobilah Bani Saad, menetap di sana selama 50 hari. Kemudian beliau melanjutkan perjalanannya ke Kabilah Anjara.
Saat kejadian ini diketahui penduduk Fez, mereka pun mengecam perlakuan masyarakat Tetouan terhadap Syekh Ibnu Ajibah. Bahkan mereka meminta bantuan para ulama dan fuqoha untuk memberikan dukungan pada Sayidi Ibnu Ajibah, diantara ulama-ulama itu adalah as-Syarif al-Adib Sulaiman al Hawat yang memberikan dukungan pada Ibnu Ajibah dalam qosidahnya yang Panjang.
Kitab karya Ibnu Ajibah
Selain menghabiskan waktunya mengajar dan beribadah, Ibnu Ajibah juga aktif menulis beberapa kitab, kurang lebih beliau telah mengarang 40 kitab dari berbagai fan ilmu termasuk, hadits, fikih, qiroah, tafsir dan ilmu psikologi islam. Berikut ini adalah beberapa karya tulis Ibnu Ajibah:
- Syarah Hamziyah al-Bushiri
- Syarah al-Burdah
Kitab yang mengulas tentang penjelasan nadzam milik al-Bushiri yang terkenal yaitu Burdah al-Madih. - Syarah al-Wadhifah az-Zarruqiyah
Kitab yang mengupas penjelasan wadhifah (amalan harian) yang telah disusun oleh Sayid Ahmad Zarruq Ra. - Syarah Asma’illah al-Husna
Kitab yang menjelaskan makna-makna asmaul husna. - Syarah Qosidah al-Munfarijah
- Syarah Ta’iyatul Ju’aidi
- Ilmu an-Niyah
- Kitabun fi Dzam al-ghibah wa Madhi al-Uzlah wa as-Shumti
- Kitabun fi al-Adzkar an-Nabawiyah fi al-Ahwal al-Mukhtalifah
Kitab tentang kumpulan dzikir Nabi dalam menghadapi beberapa situasi yang berbeda-beda - Ta’lifun fi Arba’ina Haditsan fi al-Ushul wa al-Furu’ wa ad-Daqoiq
- Kitabun fi al-Qiroati al-Asyri
Kitab yang menjelaskan metode bacaan Al-Quran menurut Imam Sepuluh - Kitabun fi Thobaqot al-Fuqoha
- Kitabun fi Dzikri Arbab al-Madzahib wa at-Ta’rif bihim
- Kitabun fi at-Ta’rif bi Masyahiri Ashhabi Malik min Zamanihi ila Waqti al-Muallif
Kitab tentang mengenal biografi para ulama masyhur dari madzhab Maliki, dari generasi pertama sampai dengan zamannya Ibnu Ajibah - Hasyiyah ala Mukhtashor Kholil
Kitab ini belum sempat ditulis sampai selesai - Syarah al-Hishn al-Hashin
Penulisan kitab ini tidak diselesaikan oleh Ibnu Ajibah - Syarah Hikam al-Atho’iyah (Iqodhul Himam)
Sebuah karya fenomenal dari beliau yang menjelaskan tentang kalam hikmah Ibnu Atho’illah as-Sakandari, kitab ini banyak beredar di Indonesia dan dipelajari di pesantren-pesantren Nusantara sebagai refrensi rujukan mempelajari Hikam Ibnu Athoillah. - Syarah Syarah al-Mabahits al-Ashliyyah
- Syarah al-Fatihah
Tafsir Al Fatihah, ada 3 karya beliau yang menjelaskan makna Al Fatihah, yakni Tafsir al Kabir, Tafsir al-Wasith, Tafsir al-Wajiz - Syarah as-Sholat al-Masyisyiyah
Kitab yang mengurai makna dari Sholawat Masyisyi karya Imam Abdissalam bin Masyisy; guru dari Imam Abil Hasan as-Syadzili RA - Tafsir al-Bahri al-Madid
Kitab tafsir Al Quran dengan metode isyari, sebagaimana tafsir Faidhurrohman karya Kiyai Sholeh Darat - Syarah Khomriyyah Ibn Farid
- Syarah Qoshidah ar-Rifa’I al-Kabir
- Syarah al-Qoshidah ar-Ro’iyah
Penjelasan tentang Qoshidah Ro’iyah; syair qoshidah terkait suluk (perjalanan spiritual seorang hamba menuju ma’rifat Allah) karya guru beliau Muhammad al-Buzidi RA - Kitabun fi al-Qodho wal Qodar
- Syarhu Abyatil Imam al-junaid
- Kitabun fi al-Khomroh al-Azaliyah
- Syarhu Sholati Ibn al-Aroby al-Hatimi
- Kitabun fi Haqoiq an at-Tasawwuf
Penjelasan tentang hakikat tasawuf - Syarah al-Ajurumiyah
Kitab tentang penjelasan kitab Jurumiyah (nahwu) yang dikemas dalam topik tasawuf - Hasyiyah ala al-Jami’ as-Shoghir
Kitab yang menjelaskan makna-makna hadits dalam Jami’usshoghir karya Imam Suyuthi
Wafat
Ibnu Ajibah radhiyallahu anhu meninggal disebabkan terjangkit wabah thoun di kediaman ustadznya di Kota Ghumaroh, bertepatan pada 1224H. Sampai saat ini makam Ibnu Ajibah senantiasa dikunjungi peziarah yang ngalap berkah dan berdoa di sampiing makamnya. Dan ditiap tahun tanggal 14 September, para pengikut Tarekat Syadziliyah ad-Darqowiyah al-Ajibiyah melakukan perkumpulan di sini.
نفعنا الله بعلومه وامدنا باسراره في الدارين, امين
Refrensi:
تفسير الفاتحة الكبير ص ٢٠ دار المنهاج