Berdoa di Gua Hiro - Pixabay
Sunnah merupakan hal yang dianjurkan untuk dilakukan akan tetapi bukan sebuah tuntutan yang wajib. Dengan sekira pelakunya akan mendapat pahala, namun jika ditinggal tidak mendapatkan ancaman siksa.
Dalam sholat ada beberapa rukun dan syarat yang harus dilakukan seseorang agar sholatnya menjadi sah, sehingga kewajibannya melakukan sholat bisa gugur. Namun, jika syarat dan rukun penentu keabsahan sholat ditinggal maka tentunya kewajiban sholat atas dia belum gugur, meskipun secara dhohirnya dia telah melakukan gerakan-gerakan sholat. Karenanya Nabi SAW pernah menyuruh seseorang mengulang sholatnya yang cacat dalam segi rukun.
Selain syarat dan rukun, dalam sholat juga terdapat beberapa hal yang menjadi sebuah tuntutan bagi seseorang, namun tuntutan ini sifatnya tidak wajib. Sehingga dia bisa meninggalkannya. Tuntutan yang semacam ini biasa diistilahkan oleh ulama dengan sebutan “sunah”.
Ada 3 macam sunah yang dianjurkan dalam pelaksanaan sholat.
Hal-hal yang disunahkan menjelang pelaksanaan sholat adalah:
فقد روى البخاري (٤٧٤)، ومسلم (٨٠٥)، عن سهل بن سعد – رضي الله عنه – كان بين مصلى رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وبين الجدار ممر الشاة. اهـ الفقه المنهجي
Artinya: Dari Sahl bin Sa’d RA, beliau berkata “Konon jarak antara tempat sujudnya Rosululloh SAW dan tembok adalah tempat yang bisa untuk dilewati kambing.”.
Untuk sunah yang kedua ini juga terbagi menjadi 2, yaitu:
Pengertian sunnah ab’ad adalah kesunnatan-kesunnatan yang bila ditinggal maka sunah diganti sujud sahwi di akhir sholat. Berikut ini yang termasuk sunnah ab’ad:
Tasyahud yang dilakukan pada saat duduk yang tidak diiringi salam. Duduk untuk melakukan tasyahud awal merupakan sebuah amaliah sunah, sehingga saat ditinggal tidak membatalkan sholat. Dalil kesunnatan tasyahud awal adalah hadits bahwa “Rosululloh SAW pernah melakukan sholat dhuhur, dan di saat akan melakukan duduk (duduk tasyahud) Nabi SAW langsung berdiri. Kemudian saat Nabi SAW akan menyempurnakan sholatnya, beliau melakukan sujud sahwi 2 kali.”
جاء في حديث المسيء صلاته عند أبي داود ومسلم أن رسول الله ﷺ قام في صلاة الظهر وعليه جلوس فلما أتم صلاته سجد سجدتين. (أي تعويضاً عن التشهد الأول الذي تركه بترك الجلوس له، فلو كان ركناً لاضطر إلى الإتيان به، ولم ينجبر تركه بسجود السهو). الفقه المنهجي ١٤٥
Hadits di atas, yang menjelaskan bahwa Nabi SAW hanya mengganti duduk tasyahud awal dengan sujud sahwi merupakan indikasi bahwa tasyahud awal adalah sunah. Pasalnya, jika tasyahud awal adalah rukun tentu Nabi SAW akan menggantinya dengan rukun yang sama, dan tidak cukup hanya diganti sujud sahwi.
2. Sholawat Nabi SAW pada tasyahud awal.
3. Duduk untuk melakukan tasyahud awal.
4. Sholawat atas keluarga Nabi SAW pada tasyahud akhir
Tasyahud awal adalah sunah, berbeda dengan tasyahud akhir. Karena tasyahud akhir, duduk saat tasyahud akhir dan sholawat nabi pada saat tasyahud akhir merupakan rukun.
5. Qunut
Qunut dilakukan diwaktu i’tidal rakaat kedua dari sholat shubuh, dan di akhir rokaat sholat witir yang dilakukan di bulan romadhon hari ke 15 atau lebih.Kesunnatan qunut pada sholat shubuh adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Anas RA, beliau berkata:
Rosululloh SAW senantiasa melakukan qunut di sholat shubuh, hingga beliau meninggalkan dunia.
روى أحمد وغيره، عن أنس – رضي الله عنه – قال: “ما زال رسول الله ﷺ يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا”.
الفقه المنهجي١٤٦
Dan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Anas RA, beliau ditanya:
Apakah Nabi SAW melakukan qunut shubuh? Beliau menjawab: Ya, Rosul melakukan qunut shubuh. Kemudian, Anas RA ditanyai untuk yang kedua kalinya: Apakah Nabi SAW qunut sebelum rukuk?. Beliau menjawab: setelah rukuk.
وروى البخاري (٦٥٩)، ومسلم (٧٧٦)، عن أنس – رضي الله عنه -، قد سئل: أقنت النبي ﷺ الصبح؟ قال: نعم، فقيل له: أوقنت قبل الركوع؟ قال: بعد الركوع يسيراً.
البيهقي في الصبح وفي قنوات الوتر
Bacaan qunut
Sebenarnya, kesunnatan qunut bisa didapatkan dengan membaca bacaan yang mengandung unsur doa dan pujian pada Allah SWT, apapun itu lafadnya. Karenanya seandainya kita mengucapkan bacaan:
رب اغفر لي يا غفور”
Robbi ighfir li ya ghofuur.”
Maka mencukupi sebagai qunut.
Karena lafadz “اغفر لي” terdapat unsur doa yaitu makna “ampuni aku”. Sedangkan “يا غفور” bermakna “Wahai yang Maha Mengampuni” kalimat ini adalah sebuah pujian. Namun yang lebih utama adalah menggunakan qunut yang telah diajarkan Nabi SAW, yaitu:
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Bacaan doa qunut latin:
“Allahummahdini fîi man hadait, wa ‘âfini fî man ‘âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thoit, wa qinî syarro mâ qadhait, fa innaka taqdhî wa lâ yuqdho ‘alaik, wa innahû lâ yadzillu man wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârokta robbanâ wa ta‘âlait, fa lakal hamdu a’lâ mâ qodhoit, wa astaghfiruka wa atûbu ilaik, wa shollalohu ‘alâ sayyidinâ muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihi wa shohbihi wa sallam.”
Arti doa qunut sholat shubuh:
“Ya Allah berikanlah hamba petunjuk sebagaimana mereka yang telah Engkau tunjukkan. Dan berilah hamba kesehatan sebagaimana mereka yang telah Engkau berikan kesihatan. Dan peliharalah hamba sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan. Dan berilah keberkatan bag hamba pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan. Dan selamatkan hamba dari bahaya kejahatan yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memberi keputusan dan bukan yang terdampak keputusan. Maka sesungguhnya tidaklah hina orang yang Engkau kasihi. Dan tidaklah mulia orang yang Engkau memusuhinya. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau. Maha bagi Engkau segala pujian di atas yang Engkau putuskan. Hamba memohon ampun dari Engkau dan hamba bertaubat kepada Engkau. (Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan sejahtera ke atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya.”
Berbeda dengan ab’ad, sunnah hai’at adalah kesunnatan yang bila ditinggal maka tidak ada kesunnatan mengganti dengan sujud sahwi. Berikut ini merupakan sunah hai’at:
Cara melakukannya adalah: Mengangkat kedua tangan dengan menghadapkannya ke arah kiblat, dan membuka jari-jarinya (tidak digenggam) sekaligus mensejajarkan ibu jari pada pangkal daun telinga, dan kedua telapak tangan sejajar dengan pundak. Dalilnya adalah:
روي البخاري (705)، ومسلم (390)، عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: رأيت النبي – صلى الله عليه وسلم – افتتح التكبير في الصلاة، فرفع يديه حين يكبر، حتى يجعلهما حذو منكبيه، وإذا كبر للركوع فعل مثله، وإذا قال: سمع الله لمن حمده، فعل مثله وقال: ربنا ولك الحمد، ولا يفعل ذلك حين يسجد، ولا حين يرفع رأسه من السجود.
“Dari Ibn Umar RA beliau mengatakan: Aku melihat Rosululloh SAW mengawali takbir ketika sholat, kemudian Nabi SAW mengangkat kedua tangannya saat takbir, hingga keduanya sejajar dengan pundak. Dan saat Nabi SAW takbir untuk ruku’ beliau melakukan hal yang sama, begitu juga saat Nabi SAW membaca sami’allohu liman hamidah. Dan Nabi SAW tidak melakukan ini saat beranjak sujud, dan saat bangkit dari sujud.”
2. Meletakkan telapak tangan kanan pada bagian punggung telapaktangan kiri. Hal ini dilakukan saat berdiri.Dalil dari sunnah ini adalah:
لخبر مسلم (401)، عن وائل بن حُجْر رضي الله عنه: أنه رأى النبي – صلى الله عليه وسلم – رفع يديه حين دخل في الصلاة … ثم وضع يده اليمنى على اليسرى.
“Dari Wa-il bin Hujr RA, bahwa beliau melihat Nabi SAW mengangkat kedua tangannya ketika memasuki sholat, kemudian meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri”
3. Melihat tempat sujud.Kesunnatan melhat tempat sujud saat sholat berlaku secara mutlak, dalam arti meski musholli sholat di depan ka’bah tetap dianjurkan melihat tempat sujudnya. Namun dalam hal ini masih ada perdebatan ulama terkait kesunnatan melihat ka’bah atau tempat sujud. Selain itu kesunnatan melihat tempat sujud tidak berlaku saat musholli dalam keadaan tasyahhud. Karena dalam keadaan ini dia sunnah melihat jari telunjuknya. Hal ini berdasarkan, mengikuti apa yang dilakukan Nabi SAW.
4. Setelah takbirotul ihrom mengawali sholat dengan doa iftitah.Ada banyak Riwayat mengenai bacaan doa iftitah, dan tentunya kita boleh mengamalkan sebagian dari riwayat-riwayat tsb atau seluruhnya. Berikut ini adalah riwayat Imam Muslim:
ولفظه، ما رواه مسلم (771)، عن علي – رضي الله عنه – عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: أنه كان أذا قام إلى الصلاة قال: “وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفاً وما أنا من المشركين، إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين، لا شريك له وبذلك أمرت وأنا من المسلمين”.
Bacaan latin:“Wajjahtu wajhiya lilladzi fathorossamaawati wal ardho haniifaa wa maa ana min al-musyrikin. Inna Solaati wa Nusukii wa Mahyaaya wa Mamaati lillahi robbi al-‘aalamin. Laa Syariika Lahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal-muslimiin.”
Artinya:Kupersembahkan ibadahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri dan aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin. Sesungguhnya shalatku ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata hanya untuk Alloh SWT, Tuhan Semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan karenanya aku diperintahkan untuk tidak menyekutukan -Nya. Dan aku dari golongan orang muslimin.”
Sebagai catatan: Kesunnatan iftitah tidak berlaku ketika musholli terlanjur membaca ta’awwudz atau fatihah. Begitu juga ketika sholat jenazah, atau sholat fardhu yang waktunya akan habis jika musholli memaksakan membaca fatihah.
Jika terlanjur membaca fatihah maka kesunnatan ta’awwudz sudah gugur.
Mengeraskan bacaan pada sholat-sholat di atas, hanya sunnah bagi imam dan orang yang sholat sendirian. Selain dari sholat yang telah disebutkan disunnahkan melirihkan bacaan.
Membaca amin sunnah bagi imam, ma’mum, atau orang yang sholat sendirian. Baik sholat jahriyyah atau sholat sirriyyah.Untuk cara membaca: dengan mengeraskan suara jika memang sholat jahriah (sunnah mengeraskan bacaan) dan melirihkan suara dalam sholat sirriyyah. Untuk ma’mum bisa mengikuti imam.
Kesunnatan ini berlaku bagi Imam, dan orang yang sholat sendirian. Begitu juga makmum dalam sholat sirriyah, atau sholat jahriyah sekira ma’mum tidak mendengar bacaan imam. Namun jika ma’mum mendengar bacaan kerasnya imam, maka kesunnatan baginya adalah menyimak bacaannya imam.
Caranya adalah:
Setelah posisi musholli sudah pada posisi rukuk yang sempurna dia membaca “سبحان ربي العظيم وبحمده”
Subhaana robbiyal ‘adhiimi wabihamdih 3x. Begitu juga saat musholli sudah dalam posisi sujud yang sempurna dia membaca “سبحان ربي الأعلى وبحمده” – Subhaana robbiyal a’laa wabihamdih 3x.
Prakteknya dengan cara, meletakkan kedua tangannya di kedua paha dengan sedikit merenggangkan jari-jari tangan kiri sekaligus mensejajarkan ujung jari dengan lutut. Sedangkan jari-jari tangan kanan digenggam kecuali telunjuk. Untuk telunjuk selain tidak digenggam juga sunnah diarahkan ke bawah, dan ketika bacaan tasyahhud sudah sampa “الا الله” – “Illalloh” maka yang awalnya diarahkan ke bawah diangkat sebagai isyarat pentauhidan. Pengangkatan telunjuk sunnah dilanggengkan sampai ahir sholat dengan tanpa menggerak-gerakkannya.
Makna khusyu’ adalah: Fokusnya hati pada bacaan dzikir, doa yang dibaca lisan sekaligus memposisikan diri sebagai seorang yang sedang bermunajat.
Kesunnatan setelah menjalani sholat fardhu adalah bacaan dzikir setelah sholat dan juga amalan berikut ini:
Refrensi:
Komentar