Tata cara sholat jamaah – Jamaah secara bahasa adalah golongan atau kelompok. Sedangkan jamaah secara istilah fikih adalah menghubungkan sholat seseorang pada sholatnya orang lain dengan syarat-syarat khusus.
Sejarah pelaksanaan sholat jamaah
Nabi Muhammad SAW mendirikan sholat secara jamaah setelah hijrah ke Madinah. Sebelumnya, Nabi SAW mukim dan menyebarkan Islam di Mekkah selama 13 tahun tanpa mendirikan jamaah sholat.
Hal ini disebabkan lemahnya Islam pada waktu Nabi masih di Mekkah. Sehingga para sahabat melaksanakan sholat di rumahnya masing-masing.
Baca: Syarat rukun sholat
Hukum melakukan sholat jamaah
Menurut pendapat yang shahih, sholat jamaah (selain sholat jumat) adalah fardhu kifayah, yang mana kewajiban ini tidak gugur dari penduduk setempat sekira syi’ar berjamaah tidak tampak.
Dengan demikian, ketika di suatu tempat sama sekali tidak didirikan jamaah sholat maka seluruh penduduknya berdosa.
Begitu juga ketika dalam suatu tempat, jamaah sholat hanya didirikan di tempat tersembunyi. Karena tidak adanya nilai syi’ar yg tampak.
Dalil sholat jamaah
Dalil disyariatkannya sholat berjamaah adalah:
وإذا كنت فيهم فأقمت لهم الصلاة فلتقم طائفة منهم معك
النساء: ٢٠١
“Dan apabila kamu (Muhammad) hadir di tengah-tengah mereka, lalu kamu hendak mendirikan salat bersama mereka maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri, sholat, bersamamu.”
Ayat ini merupakan ayat tentang sholat dalam keadaan perang atau sholat khouf. Namun, dalil yang diambil dari ayat ini adalah “jika dalam keadaan yang menakutkan saja masih diperintahkan sholat jamaah, apalagi jika dalam keadaan yang aman.
Selain ayat itu, juga hadits berikut ini:
صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة
رواه البخاري: ٨١٦؛ ومسلم: ٠٥٦
“Sholat berjamaah lebih utama dari sholat sendirian dengan selisih 27 derajat.”
Hikmah sholat jamaah
Inti dari kekuatan Islam adalah persaudaraan dan persatuan muslimin dalam bahu-membahu menegakkan perkara yang haq dan menghilangkan perkara yang bathil.
Hal ini bisa terealisasi jika satu sama lain saling mengenal. Sementara tidak ada tempat untuk saling mengenal yang lebih baik daripada masjid, ketika sesama muslim saling bertemu saat akan berjamaah sholat 5 waktu.
Udzur meninggalkan sholat jamaah
Ada 2 macam udzur yang membolehkan seseorang meninggalkan sholat berjamaah.
- Udzur yang sifatnya umum
- Udzur yang sifatnya individual
1. Udzur umum
Udzur umum adalah halangan yang melanda setiap orang di daerah itu, seperti hujan deras, angin kencang, dan juga cuaca yang ekstrem.
روي أن أبن عمر رضي الله عنهما: أذن للصلاة في ليلة ذات برد وريح، (رواه البخاري: ٥٣٦؛ ومسلم: ٧٩٦)، ثم قال: ألا صلوا في الرحال، ثم قال: إن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يأمر المؤذن إذا كانت ليلة ذات برد ومطر أن يقول: ” ألا صلوا في رحالكم”.
“Diriwayatkan bahwa Ibn Umar RA melakukan adzan sholat di malam yang sangat dingin serta berangin kencang, kemudian ia menyerukan dalam adzan “Alaa sholluu firrihaal” lantas ia berkata: Sesungguhnya Rosululloh SAW menyuruh muadzin untuk menyerukan “alaa sholluu fi rihaalikum,” di malam yang dingin disertai hujan.”
2. Udzur individual
Udzur yang kedua adalah halangan yang sifatnya perorangan, seperti sakit, sangat lapar dan haus, mengkhawatirkan keselamatan diri atau harta dari orang dholim, menahan hadats kencing atau berak.
إذا وضع عشاء أحدكم وأقيمت الصلاة فابدؤوا بالعشاء، ولا يعجلن حتى يفرغ منه
رواه البخاري (٣٤٦)؛ ومسلم (٩٥٥)
“Saat makan malam kalian telah dihidangkan, dan sholat akan didirikan maka dahulukanlah sholat, dan janganlah tergesa dalam makan hingga kamu menyelesaikan.”
لا صلاة بحضرة طعام، ولا هو يدافعه الأخبثان
مسلم (٠٦٥)
“Tiada sholat (yang sempurna) ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada sholat ketika menahan 2 khobats (buang air kecil atau buang air besar)”
Syarat imam sholat jamaah
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seseorang ketika ia akan menjadi imam.
1. Ma’mum tidak mengetahui atau meyakini batalnya sholat imam
Sebagai contoh ma’mum bermazhab syafi’i dan meyakini bahwa bersentuhan kulit dengan istri membatalkan wudhu, sementara imamnya meyakini bahwa bersentuhan kulit dengan istri tidak membatalkan wudhu.
Ketika sebelumnya, makmum mengetahui imam telah bersentuhan kulit dengan istrinya dan belum mengulang wudhu maka tidak sah berjamaah dengan imam tersebut.
2. Bacaan imam buruk, sementara bacaan ma’mum baik
Maksud dari buruknya bacaan di sini adalah, seseorang yang tidak bisa membaca fatihah dengan tepat, sekira dalam bacaannya terdapat cacat dalam pelafalan huruf atau tasydid.
Namun jika makmum juga memiliki bacaan yang buruk sebagaimana imam, maka diperbolehkan.
3. Wanita tidak boleh menjadi ma’mum lelaki
Seorang wanita hanya boleh menjadi imam dari wanita. Hal ini berdasarkan hadits:
لا تؤمن امرأة رجلا
رواه ابن ماجه
“Seorang wanita tidak boleh menjadi imam dari laki-laki“
Sifat yang sunnah dimiliki seorang imam
Dalam memilih imam sholat hendaknya memprioritaskan seseorang dengan kriteria berikut ini:
- Paling mengerti masalah agama terutama sholat
- Paling baik bacaannya
- Paling sholih
- Paling tua
روى مسلم (٣١٦) عن ابن مسعود – رضي الله عنه – قال رسول الله – ﷺ-: ” يؤم القوم أقرأهم لكتاب الله، فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة، فإن كانوا في السنة سواء فأقدمهم هجرة، فإن كانوا في الهجرة سواء فأقدمهم سنا”.
رواه مسلم
“Dari Ibn Masud RA, Nabi SAW bersabda: Imam sebuah golongan hendaknya adalah yang paling baik bacaan Qurannya.
Jika kualitas bacaannya sama dengan yang lain, maka dahulukan orang yang paling memahami sunnah.
Jika semuanya sama dalam pengetahuan tentang sunnah, maka dahulukan yang lebih dulu hijrah (mukim)
Jika semuanya sama dalam hal hijrah, maka prioritaskan yang lebih tua.”
Tata cara sholat berjamaah
Sholat berjamaah tidak bisa sah kecuali jika dilakukan sesuai tata cara sholat berjamaah yang memenuhi syarat.
Syarat sholat berjamaah
Beberapa syarat yang harus dipenuhi saat melakukan sholat jamaah adalah:
- Niat melakukan jamaah pada waktu takbirotul Ihrom
Keharusan niat berjamaah menjadi penentu sah tidaknya jamaah. Karenanya, jika imam tidak niat menjadi imam maka dia tidak mendapatkan fadhilAh jamaah. Sehingga dia dianggap sebagai orang yang sholat sendiri.
Begitu juga, ma’mum yang tidak niat menjadi ma’mum sholatnya dianggap sebagai sholat sendirian. Bahkan bisa berpotensi menyebabkan batalnya sholat ma’mum, jika memang dia mengikuti gerakan sholatnya imam. Sementara dia tidak niat jamaah.
- Posisi Ma’mum di belakang imam
Adapun jika posisi ma’mum sejajar dengan imam, maka sholatnya tetap sah, begitu juga jamaahnya. Hanya saja makruh melakukan hal ini.
Yang dijadikan patokan dalam posisi imam dan ma’mum adalah tumit. Dalam arti tumit dari ma’mum dan imam minimal sejajar. Lebih baiknya jika tumit ma’mum lebih mundur.
- Ma’mum mengikuti gerakan rukun yang dilakukan imam
Dalam hal ini, ma’mum tidak diperbolehkan tertinggal dari gerakan imam.
Jika sampai tertinggal lebih dari 2 rukun yang panjang maka sholatnya batal.
Sebagai contoh, dengan tanpa Udzur ma’mum masih berdiri, sedangkan imam sudah bangkit dari sujudnya.
- Mengetahui gerakan imam
Baik dengan cara melihat secara langsung gerakan-gerakan imam, atau dengan melihat sebagian shof yang ada di depannya, atau mengetahui gerakan imam melalui muballigh.
- Imam dan ma’mum tidak terpisah tempat
Syarat ini berlaku ketika keduanya berada di selain masjid.
Jika keduanya berada di dalam masjid maka jamaahnya sah meski terpaut jarak yang jauh. Hanya saja disyaratkan ruangan yang ditempati ma’mum tembus dengan ruangan lain dalam masjid itu, sekira ruangan itu masih dikategorikan satu masjid.
Sedangkan jika salah satunya berada di luar masjid, atau keduanya berada di luar masjid maka disyaratkan jarak keduanya tidak melebihi 300 Dziro’ Hasyimi ( -+150M).
Posisi shaf sholat berjamaah yang benar
Sholat berjamaah minimal dilakukan dua orang termasuk imam. Dengan demikian posisi barisan shaf sholat tentu berbeda-beda sesuai jumlah ma’mum dan jenis kelamin ma’mum.
Imam laki-laki
Imam lelaki dengan satu makmum laki-laki posisi makmum berada di sebelah kanan imam.
Jika kemudian ada satu lagi makmum laki-laki yang hadir, maka dia mengambil posisi di samping kiri imam. Namun jika makmum kedua ini seorang wanita, maka dia berdiri di belakang makmum laki-laki tersebut.
Apabila ada makmum ketiga yang hadir, maka kedua makmum bisa mundur untuk berbaris di belakang imam bersama jamaah yang baru saja hadir. Atau imam bergerak maju agar ketiga makmum berada di belakangnya. Posisi barisan ini berlaku untuk makmum berjumlah 3 orang atau lebih.
Hal ini jika yang hadir adalah laki, jika perempuan maka berbaris di belakang makmum lelaki.
Imam wanita
Seorang wanita tidak bisa menjadi imam kecuali dari makmum sesama wanita. Sedangkan posisi imamnya adalah berada di tengah-tengah makmum (tidak terlalu maju sebagaimana imam laki-laki) baik jumlah makmum adalah satu orang atau lebih.
Refrensi: